Tanggal 24 Oktober 2015, diperingati HARI DOKTER NASIONAL. Sebuah apresiasi terhadap peran dan tugas mulia seorang dokter dalam Pembangunan Kesehatan masyarakat di Indonesia. Begitu kompleksnya tantangan pembangunan kesehatan masyarakat kita saat ini, lantas bagaimana peran dokter dalam meningkatkan Pembangunan Kesehatan Masyarakat di sebuah wilayah ??
Tentu masih ingat tentang IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) yang merupakan komposit dari 24 Indikator program kesehatan. Sehingga peningkatan skor IPKM memberikan makna membaiknya pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Dan dengan membaiknya Pembangunan Kesehatan Masyarakat di sebuah wilayah, maka bisa dikatakan cerminan kinerja tenaga kesehatan di wilayah itu juga meningkat.
Pertanyaannya: Apakah terjadi relasi yang LINEAR antara tenaga kesehatan DOKTER dengan meningkatnya Pembangunan Kesehatan Masyarakat di sebuah wilayah ?? dengan kata lain, banyaknya tenaga DOKTER di sebuah wilayah, akan memberikan gambaran meningkatnya Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di wilayah tersebut ??
Mari kita lihat gambaran Distribusi tenaga Dokter di Indonesia saat ini. Gambaran di bawah adalah hasil analisis sederhana Tenaga Dokter di Puskesmas dengan mengacu pada Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas. Dari Permenkes tersebut memberikan dasar seperti pada table di bawah.
Berdasarkan Standart tersebut di atas, khusus untuk tenaga Dokter, maka terlihat gambaran Distribusi bahwa di Indonesia terdapat 39,5 % Puskesmas nya Kelebihan Tenaga Dokter, dan 37,8 % Puskesmas Cukup, serta 22,7 % Puskesmas Kekurangan Dokter. Jumlah Puskesmas Saat ini adalah 9.740 buah.
Apabila dilihat distribusinya menurut Propinsi, maka propinsi Jogjakarta, Bali dan Kepulauan Riau 80 % lebih Puskesmasnya KELEBIHAN DOKTER. Sedangkan di Propinsi Papua Barat, Papua, Sulawesi Tenggara dan NTT 45 % lebih puskesmasnya KEKURANGAN DOKTER.
Gambaran distribusi yang kurang merata tersebut, jika ditelisik lebih dalam lagi hingga Kabupaten / Kota, maka kondisinya tidaklah jauh berbeda dan bahkan banyak yang 100 % Puskesmasnya Kelebihan Dokter.
Disisi lain, dengan adanya Mal Distribusi tenaga Dokter diatas, apakah berlaku LINEAR dengan Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah Kab/ Kota ?? Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten / Kota dicerminkan dengan sebuah Indeks yaitu IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat ). Semakin besar skor Indeks nya, maka makin BAIK Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah itu, dan hal ini tidak terlepas dari Makin Baiknya Kinerja Program di wilayah tersebut.
Dibawah ini tergambar secara Ringkas Kondisi IPKM di tahun 2007 dan IPKM di tahun 2013. Nah, hasil Perbedaan Skor IPKM (Delta IPKM) antara tahun 2007 dan tahun 2013, bisa dikatakan cerminan dari KINERJA tenaga kesehatan (termasuk Dokter) dalam perannya Pembangunan Kesehatan Masyarakat di kab kota. Dari 439 kab kota (yang mempunyai skor IPKM 2007 dan 2013), terlihat 10 Kabupaten kota yang mempunyai DELTA IPKM TERTINGGI dan terlihat juga 10 kabupaten kota yang mempunyai DELTA IPKM TERENDAH.
Dari gambaran di atas, kita ambil contoh 2 kabupaten Kota yang Ekstrim, yaitu Kab. SAROLANGUN (Tertinggi Delta IPKM) dan Kota JOGJAKARTA (Terendah Delta IPKM). Mungkin Para Pembaca merasa keheranan, kenapa Jogjakarta ranking Terendah (Rangking 439) ?? Jangan Lupa, yang dianalisis adalah DELTA IPKM, yaitu Beda antara capaian IPKM th 2007 dan tahun 2013, yang bermakna KINERJA PROGRAM selama 5 tahun.
Selanjutnya dari ke 2 kondisi wilayah tersebut diatas (yang diambil sebagai contoh), kita lihat bersama bagaimana sumber daya yang ada di wilayah itu.
(1) Bagaimana Distribusi Tenaga DOKTER di Puskesmas ??
(2) Bagaimana Kondisi Kemampuan daerah dan Masyarakatnya di wilayah itu?
Untuk menjawab pertanyaan (1) , Dari gambaran di atas terlihat bahwa di Kab. Sarolangun masih terdapat 34, 7 % Puskesmasnya KEKURANGAN DOKTER. Sedangkan di Kota Jogjakarta terlihat 100 % Puskesmasnya KELEBIHAN DOKTER.
Wowww….. Lantas kenapa Kinerja Program selama 5 tahun di Jogja Terendah dan Kinerja program di Sarolangun tertinggi ??
Apakah ini menunjukkan bahwa Pembangunan Kesehatan Masyarakat di suatu wilayah Tidak berelasi secara langsung dengan Kuantitas Dokter ??
Atau dengan kata lain, Penambahan Tenaga Dokter (ANSIH) di suatu wilayah belum tentu bisa meningkatkan Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah tersebut ?
Untuk menjawab pertanyaan (2) tentang kemampuan daerah dan masyarakatnya, dilihat berdasarkan pembagian KUADRAN, yang merupakan persilangan antara “Fiskal Kapasitas Daerah” dengan “Prosentase Kemiskinan Masyarakat”.
Dari persilangan ke 2 kondisi tersebut diperoleh kategori KUADRAN 1 (Kapasitas Fiskal daerah tinggi / Daerah Kaya dan Prosentase Kemiskinan Kecil / Masyarakat Mampu); KUADRAN 2 (Kapasitas Fiskal daerah Kurang / Daerah kurang mampu dan Prosentase Kemiskinan Kecil / Masyarakat Mampu); KUADRAN 3 (Kapasitas Fiskal Daerah Kurang / Daerah kurang mampu dan Prosentase Kemiskinan Besar / Masyarakat Kurang Mampu); KUADRAN 4 (Kapasitas Fiskal daerah Tinggi / Daerah Mampu dan Prosentase Kemiskinan Besar / Masyarakat Kurang Mampu).
Dari ke 4 kondisi KUADRAN ini tentu saja jika melakukan Intervensi Program yang TIDAK BISA SAMA. Misalnya: Untuk Kab/Kota yang masuk KUADRAN 1 (Daerah Mampu, Masyarakat Mampu), apa iyaa kita harus Intervensi utamanya sumber daya ?? mengingat mereka sudah Mampu. Namun bukan berarti tidak diberikan anggaran atau sumber daya, Namun bisa dilakukan Intervensi dengan ADVOKASI PADA REGULASI dan PEMBERDAYAAN MASYARAKAT serta ASPEK-2 NON MATERIIL Hal itu yang lebih ditekankan.
Berbeda dengan Kab/Kota yang masuk dalam KUADRAN 2 (Daerah kurang mampu, tp Masyarakat Mampu), justru Intervensi pada PEMBERDAYAAN MASYARAKAT lebih ditonjolkan disamping program lainnya dengan mengedepankan ASPEK-2 NON MATERIIL.
Apalagi Kab/ Kota yang masuk dalam KUADRAN 3 (Daerah kurang mampu dan Masyarakat Kurang Mampu), sudah semestinya Program-2 dengan Intervensi pada Sumber Daya sangat diperlukan, Baik sumber daya MATERIIL dan NON MATERIIL.
Sedangkan Kab/Kota yang masuk dalam KUADRAN 4 (Daerah Mampu , tapi Masyarakat Kurang Mampu), Intervensinya bisa mirip dengan Kuadran 1, yaitu dengan mengatur dan Advokasi REGULASI-2 yang PRO RAKYAT, karena daerah mempunyai kemampuan lebih.
NOTED: Intervensi-2 yang disebut diatas itu HANYA sebuah Contoh saja.
Kembali ke Laptop, tentang ke 2 contoh kabupaten / kota di atas, kalau dilihat antara Kab. Sarolangun dan Kota Jogjakarta termmasuk dalam KUADRAN 2. Jika mengacu pada contoh Intervensi di atas, maka semestinya mengedepankan PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Baik Memberdayakan Aspek MATERIILnya, namun lebih Utama adalah ASPEK NON MATERIILnya. Kelihatannya dalam hal Intervensi tersebut Kabupaten Sarolangun Lebih Unggul dibandingkan Kota Jogjakarta.
Yang Lebih UNIK lagi kalau kita sandingkan Kab. GAYO LUES (Tertinggi ke 2 Delta IPKM) dan Kota PALOPO (Terendah ke 2 Delta IPKM/ Ranking 438).
Kab. Gayo Lues mempunyai kondisi : 33,33 % Puskesmasnya KEKURANGAN DOKTER dan termasuk dalam KUADRAN 3 (Daerah Kurang Mampu dan Masyarakat Kurang Mampu). Sedangkan Kota Palopo berkondisi: 72,7 % Puskesmas KELEBIHAN DOKTER dan termasuk dalam KUADRAN 2 (Daerah Kurang Mampu, tp Masyarakat Mampu). Jika melihat kondisinya tersebut, semestinya Kota Palopo mempunyai Kinerja Program yang lebih baik dibandingkan Kab. Gayo Lues, Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Menurut hemat penulis, Kab. Gayo Lues, mempunyai kemampuan ASPticeEK NON MATERIIL yang lebih bagus dibandingkan kota Palopo. Hal inilah yang perlu dijadikan sebagai Best Practise untuk bisa di replikasi.
RENUNGAN (yg tidak hanya direnungkan saja):
Dengan menyimak sedikit penjabaran dan analisis sederhana diatas, beberapa hal yang bisa menjadi bahan RENUNGAN, yang tidak hanya direnungkan:
(1) Sepertinya penambahan tenaga DOKTER (ANSIH, sendiri) ke daerah tidaklah banyak meningkatkan Kinerja Program atau Pembangunan Kesehatan Masyarakat, perlu sebuah terobosan baru dengan penambahan tenaga kesehatan SECARA TIM. Seperti yang saat ini dilakukan dengan menambah tenaga kesehatan BERBASIS TIM yang disebut sebagai PROGRAM NUSANTARA SEHAT. Namun Hal inipun perlu juga tetap dimonitoring dan evaluasi.
(2) Sepertinya untuk melakukan Intervensi Program, perlu dilakukan secara Proporsional dengan memperhatikan Kemampuan Daerah dan Tingkat Kemiskinan masyarakatnya. Apalagi untuk daerah yang berprestasi (dilihat dari delta IPKM) diberikan lebih sebagai bentuk reward.
(3) Sepertinya sangat menarik untu BEST PRACTICE jika daerah seperti Kab. Gayo Lues yang masih KEKURANGAN DOKTER dan termasuk daerah dengan kemampuan Pemdanya minim dan Masyarakatnya kurang mampu (Masuk Kuadran 3), bisa “mengalahkan” daerah yang sudah berkelebihan sumber daya seperti Jogjakarta atau Palopo atau lainnya.
(4) Sepertinya perlu adanya KAJIAN KUALITATIF untuk fenomena-2 yang UNIK seperti pada kasus point (3) diatas, guna mendukung temuan-2 yang Kuantitatif.
(5) Sepertinya perlu DENGAN TEGAS melaksanakan Implementasi PERATURAN BERSAMA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 61 TAHUN 2014 NOMOR 68 TAHUN 2014 NOMOR 08/SKB/MENPAN-RB/10/2014
TENTANG PERENCANAAN DAN PEMERATAAN TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH Untuk hal yang terkait dengan MALDISTRIBUSI tenaga Dokter.
Demikian sedikit ulasan sebagai bahan RENUNGAN pada HARI DOKTER NASIONAL , 24 Oktober 2015. Mohon Maaf jika kurang berkenan dan semoga bermanfaat. (didik budi, Kemenkes RI)