Memperingati Hari Anak Nasional: 23 Juli 2015
Ratusan Ribu hingga Jutaan Anak belum mendapatkan Perlindungan yg layak.
Hari ini diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN).Maksud dilakukan peringatan HAN tersebut ditujukan sebagai Hari untukPerlindungan Anak-anak dan menghormati hak anak, mulai hak hidup, pendidikan dan Kesehatan.
LANTASSS APAKAH KITA MEMANG SDH MENGHARGAI HAK MRK??
Marii kita simak Secuplik Puisi Kahlil Gibran di bawah ini:
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
LANTASS…. BAGAIMANA HAK KESEHATAN ANAK KITA ??
Gambaran status kesehatan anak, terbagi menjadi 3 masa, yaitu: Masa Bayi (0-1 th); Masa Balita (1-4 th); Masa Kanak-kanak (5-12 th). Sumber data yang digunakan dalam menggambarkan berasal dari pelaporan rutin komunikasi data Gizi-KIA, Pusdatin, BPOM dan Riskesdas.
MASA BAYI (0 – 1 TH).
- Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Berat Bayi Lahir Rendah yang gambarannya diambil dari data di Profil Kesehatan dan Badan Litbangkes, menunjukkan bahwa secara Nasional BBLR sebesar 10.2 % dari jumlah bayi yang lahir dan ditimbang. Sehingga jika jumlah Bayi Lahir yang ditimbang sebesar 4.698.513 maka di Indonesia diperkirakan (estimasi) sebanyak 469.851 kasus BBLR di tahun 2013. Secara gambaran provinsi terlihat seperti di bawah:
Gambaran di atas terlihat bahwa kasus BBLR tertinggi di Provinsi Sulawesi Tegah (17 %) atau sebanyak 9.594 kasus dan paling rendah ada di Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara (7 %) atau sebanyak 19.905 kasus di Sumatera Utara dan 6.652 Kasus di Sumatera Barat.
- Immunisasi Dasar Lengkap
Immunisasi Dasar Lengkap (IDL) yang gambarannya diambil dari Profil Kesehatan dan Riskesdas Balitbangkes menunjukkan bahwa secara Nasional IDL sebesar 89,9 %. Apabila jumlah bayi usia 1 tahun diperkirakan sebanyak 2% dari jumlah penduduk,maka jumlah penduduk usia 1 tahun di Indonesia sebesar 0,02 x 252.124.458 = 5.042.489 bayi 1 th. Sehingga dengan IDL sebesar 89,9%, maka yang mengalami Immunisasi Tidak Lengkap sebesar: 509.291 bayi1 tahun. Gambaran menurut Provinsi seperti pada gambar di bawah:
Dari gambar di atas terlihat bahwa terdapat 19 provinsi yang cakupan IDL nya kurang dari cakupan Nasional (89,9%), yaitu berkisar antara 56 % – 88 %, dimana Provinsi Papua yang IDL nya paling rendah (56 %).
- Kunjungan Neonatal pertama
Kunjungan Neonatal ke 1, yaitu akses bayi baru lahir 6-48 jam setelah lahir ke tenaga kesehatan, gambarannya diambil dari Profil Kesehatan dan Riskesdas Balitbangkes. KN1 secara Nasional sebesar 71,3 %, sehingga jika jumlah bayi baru lahir hidup di Indonesia th 2013 sebesar 4.738.692 bayi, maka masih terdapat 1.360.004 bayi baru lahir yang tidak mendapatkan KN1.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa hanya 2 provinsi saja yang cakupan KN1 nya dibawah cakupan Nasional, yaitu Papua Barat (57 %) dan Papua (39%).
- Pelayanan Bayi
Gambaran Pelayanan Bayi diperoleh datanya dari Profil Kesehatan dan Riskesdas Balitbangkes, dimana secara Nasional cakupan Pelayanan Bayi sebesar 87,7 %. Apabila dilihat secara absolut maka dari jumlah bayi th 2013 sebesar 4.596.537 bayi, maka masih terdapat 12,3 % bayi yang Tidak mendapatkan Pelayanan bayi atau sebesar 551.584 bayi. Gambaran menurut Provinsinya bisa dilihat pada diagram di bawah:
Dari gambar di atas terlihat bahwa cakupan pelayanan Bayi tertinggi di DKI Jakarta (97 %) dan terendah di provinsi Kepulauan Riau (32 %) dan Papua (35 %).Sedangkan yang di bawah cakupan Nasional terdapat 16 Provinsi.
MASA BALITA (1-4 TH)
BAGAIMANA STATUS GIZI BALITA DI INDONESIA ?
Sebagai salah satu Indikator yang mudah ditemui dan diukur dari Ketahanan Pangan Rumah Tangga, status Gizi Balita saat ini perlu mendapat perhatian yang khusus.APA PASAL???
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) th 2013 secara Nasional diperkirakan Prevalensi Balita Gizi Buruk dan Kurang sebesar 19,6 %. Jumlah ini jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007, terjadi peningkatan yaitu dari 18,4 %. Bila dilakukan konversi ke dalam jumlah absolutnya, maka ketika jumlah Balita tahun 2013 adalah 23.708.844, sehingga jumlah Balita Giburkur sebesar 4.646.933 Balita.
Wahhhh….. Ada 4,6 Juta lebih Balita Gizi Buruk dan Kurang di Indonesia…..!!!
Apabila ditinjau menurut provinsi, terlihat ada 19 provinsi yang mempunyai proporsi lebih tinggi dari angka Nasional.Proporsi tertinggi Balita Giburkur terdapat pada provinsi Nusa Tenggara Timur (33%). Sedangkan proporsi terendah Giburkur pada provinsi Bali (13,2 %).
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan tingkat ekonomi masyarakat, yaitu Terbawah (kuintil 1), Menengah Bawah (Kuintil 2), Menengah (Kuintil 3), Menengah Atas (Kuintil 4) dan Teratas (Kuintil 5), maka gambaran di bawah menunjukkan bahwa ada kecenderungan menurun proporsi Gizi Buruk dan Gizi Kurang seiring dengan meningkatnya tingkat ekonomi masyarakat.Akan tetapi jika kita cermati lebih jauh, tren Gizi Buruk antara tahun 2007dan tahun 2013 terjadi persimpangan di titik Kuintil 3 (Tingkat ekonomi menengah), sehingga pada kuintil 3,4 dan 5 terjadi penurunan proporsi. Artinya disini bahwa status ekonomi menengah ke atas keluarga berpotensi untuk bisa menurunkan kejadian balita gizi buruk.
Dilihat dari sudut pandang lain bahwa Balita Gizi Buruk bukan hanya terjadi pada masyarakat / keluarga dengan status ekonomi kurang saja namun juga terjadi pada keluarga / masyarakat dengan status ekonomi menengah ke atas meski ada kecenderungan lebih sedikit.Hal ini menimbulkan pertanyaan, apa yang menjadi akar permasalahan Balita Gizi Buruk / Kurang jika kejadian tersebut di semua level status ekonomi keluarga/masyarakat???
Wahh….. kalau terjadinya Balita Gizi Buruk dan Kurang di semua level status ekonomi keluarga/masyarakat, lantas apa akar masalahnya ??
Apa iya Ketahanan Pangan Keluarga, yang dicerminkan oleh status ekonomi masyarakat menjadi “Akar masalah Giburkur” di Daerah??
Sebelum menjawab pertanyaan yang muncul tersebut, coba kita lihat bersama secara absolut perkiraan jumlah balita yang berstatus gizi buruk dan kurang menurut provinsinya dan jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut.
No. | PROVINSI | JUMLAH PENDUDUK MISKIN | JUMLAH BALITA | PROSENTASE BALITA GIZI BURUK-KURANG | JUMLAH ABSOLUT BALITA GIBURKUR | JUMLAH DESA/KEL. |
1. | ACEH | 855,710 | 511,643 | 26.3 | 134,562 | 6,464 |
2. | SUMUT | 1,390,800 | 1,492,686 | 22.4 | 334,362 | 5,945 |
3. | SUMBAR | 380,630 | 521,355 | 21.2 | 110,527 | 1,145 |
4. | RIAU | 522,530 | 714,637 | 22.5 | 160,793 | 1,835 |
5. | JAMBI | 281,570 | 354,710 | 19.7 | 69,878 | 1,553 |
6. | SUMSEL | 1,108,210 | 806,606 | 18.3 | 147,609 | 3,144 |
7. | BENGKULU | 320,410 | 183,807 | 18.7 | 34,372 | 1,524 |
8. | LAMPUNG | 1,134,280 | 763,080 | 18.8 | 143,459 | 2,580 |
9. | BABEL | 70,900 | 139,651 | 15.1 | 21,087 | 380 |
10. | KEPULAUAN RIAU | 125,020 | 231,376 | 15.6 | 36,095 | 415 |
11. | DKI JAKARTA | 375,700 | 861,581 | 14 | 120,621 | 267 |
12. | JAWA BARAT | 4,382,650 | 4,342,772 | 15.7 | 681,815 | 5,934 |
13. | JAWA TENGAH | 4,704,870 | 2,729,781 | 17.6 | 480,441 | 8,578 |
14. | DI JOGJAKARTA | 535,180 | 263,857 | 16.2 | 42,745 | 438 |
15. | JAWA TIMUR | 4,865,820 | 2,976,344 | 19.1 | 568,482 | 8,505 |
16. | BANTEN | 682,710 | 1,135,433 | 17.2 | 195,294 | 1,551 |
17. | BALI | 186,530 | 355,224 | 13.2 | 46,890 | 714 |
18. | NTB | 802,450 | 490,206 | 25.7 | 125,983 | 1,080 |
19. | NTT | 1,009,150 | 630,371 | 33 | 208,022 | 3,200 |
20. | KALBAR | 394,170 | 462,730 | 26.5 | 122,623 | 1,986 |
21. | KALTENG | 145,360 | 244,477 | 23.3 | 56,963 | 1,558 |
22. | KALSEL | 183,270 | 376,481 | 27.4 | 103,156 | 2,009 |
23. | KALTIM | 255,910 | 435,717 | 16.6 | 72,329 | 1,492 |
24. | SULUT | 200,160 | 209,082 | 16.5 | 34,499 | 1,790 |
25. | SULTENG | 400,090 | 305,401 | 24.1 | 73,602 | 1,936 |
26. | SULSEL | 857,450 | 815,432 | 25.6 | 208,751 | 3,024 |
27. | SULTRA | 326,710 | 284,248 | 23.9 | 67,935 | 2,142 |
28. | GORONTALO | 200,970 | 113,599 | 26.1 | 29,649 | 729 |
29. | SULBAR | 154,200 | 148,733 | 29.1 | 43,281 | 604 |
30. | MALUKU | 322,510 | 202,868 | 28.3 | 57,412 | 1,169 |
31. | MALUKU UTARA | 85,820 | 136,531 | 24.9 | 33,996 | 1,151 |
32. | PAPUA BARAT | 234,230 | 104,071 | 30.9 | 32,158 | 1,554 |
33. | PAPUA | 1,057,980 | 365,176 | 21.8 | 79,608 | 4,857 |
34. | INDONESIA | 28,553,930 | 23,700,676 | 19.6 | 4,645,332 | 81,253 |
Dari table diatas terlihat bahwa jumlah absolut Balita Gizi Buruk dan Kurang di masing-masing provinsi berkisar antara 29.000 an hingga 681.000 an. Sebuah kondisi yang memang sangat perlu segera di tindak lanjuti. Jumlah absolut di atas merupakan angka perkiraan di populasi, karena hasil sampling dalam riset. (skrg musimnya menyebut QUICK COUNT). Lantas apakah selama ini tidak terlaporkan??
Wahhh…. Di Provinsi perkiraan jumlah Balita Gizi Buruk dan Kurang ada 29.000 an – 681.000 an ?? Luarrrrr Biasaaa….!!!
Data dari laporan Komunikasi data di Direktorat Jendral Gizi dan KIA pada tahun 2013 (skrg musimnya menyebut REAL COUNT) memberikan gambaran seperti pada table di bawah.
PROVINSI | JUMLAH BALITA | BALITA YG TIDAK TIMBANG | PERKIRAAN JUMLAH ABSOLUT BALITA GIBURKUR | JUMLAH BALITA GIBURKUR YG DILAPORKAN | SELISIH BALITA GIBURKUR | JUMLAH DESA/KEL. | BALITA GIBURKUR PER DESA |
ACEH | 511,643 | 249,360 | 134,562 | 1,696 | 132,866 | 6,464 | 21 |
SUMUT | 1,492,686 | 546,144 | 334,362 | 3,558 | 330,804 | 5,945 | 56 |
SUMBAR | 521,355 | 205,798 | 110,527 | 217 | 110,310 | 1,145 | 97 |
RIAU | 714,637 | 612,568 | 160,793 | 296 | 160,497 | 1,835 | 88 |
JAMBI | 354,710 | 141,645 | 69,878 | 352 | 69,526 | 1,553 | 45 |
SUMSEL | 806,606 | 261,984 | 147,609 | 395 | 147,214 | 3,144 | 47 |
BENGKULU | 183,807 | 67,150 | 34,372 | 323 | 34,049 | 1,524 | 23 |
LAMPUNG | 763,080 | 302,996 | 143,459 | 1,415 | 142,044 | 2,580 | 56 |
BABEL | 139,651 | 51,216 | 21,087 | 82 | 21,005 | 380 | 55 |
KEP. RIAU | 231,376 | 170,543 | 36,095 | 369 | 35,726 | 415 | 87 |
DKI JAKARTA | 861,581 | 681,694 | 120,621 | 592 | 120,029 | 267 | 452 |
JAWA BARAT | 4,342,772 | 2,518,120 | 681,815 | 9,596 | 672,219 | 5,934 | 115 |
JAWA TENGAH | 2,729,781 | 1,710,828 | 480,441 | 10,662 | 469,779 | 8,578 | 56 |
JOGJAKARTA | 263,857 | 97,006 | 42,745 | 1,141 | 41,604 | 438 | 98 |
JAWA TIMUR | 2,976,344 | 1,388,314 | 568,482 | 40,658 | 527,824 | 8,505 | 67 |
BANTEN | 1,135,433 | 529,651 | 195,294 | 1,172 | 194,122 | 1,551 | 126 |
BALI | 355,224 | 178,155 | 46,890 | 308 | 46,582 | 714 | 66 |
NTB | 490,206 | 110,492 | 125,983 | 655 | 125,328 | 1,080 | 117 |
NTT | 630,371 | 544,694 | 208,022 | 2,870 | 205,152 | 3,200 | 65 |
KALBAR | 462,730 | 342,733 | 122,623 | 415 | 122,208 | 1,986 | 62 |
KALTENG | 244,477 | 145,793 | 56,963 | 441 | 56,522 | 1,558 | 37 |
KALSEL | 376,481 | 189,455 | 103,156 | 685 | 102,471 | 2,009 | 51 |
KALTIM | 435,717 | 269,106 | 72,329 | 875 | 71,454 | 1,492 | 48 |
SULUT | 209,082 | 126,251 | 34,499 | 144 | 34,355 | 1,790 | 19 |
SULTENG | 305,401 | 187,423 | 73,602 | 259 | 73,343 | 1,936 | 38 |
SULSEL | 815,432 | 314,239 | 208,751 | 2,765 | 205,986 | 3,024 | 69 |
SULTRA | 284,248 | 159,971 | 67,935 | 458 | 67,477 | 2,142 | 32 |
GORONTALO | 113,599 | 33,991 | 29,649 | 217 | 29,432 | 729 | 41 |
SULBAR | 148,733 | 68,088 | 43,281 | 89 | 43,192 | 604 | 72 |
MALUKU | 202,868 | 113,801 | 57,412 | 1,088 | 56,324 | 1,169 | 49 |
MALUKU UTARA | 136,531 | 101,509 | 33,996 | 582 | 33,414 | 1,151 | 30 |
PAPUA BARAT | 104,071 | 93,471 | 32,158 | 190 | 31,968 | 1,554 | 21 |
PAPUA | 365,176 | 304,015 | 79,608 | 11,548 | 68,060 | 4,857 | 16 |
INDONESIA | 23,700,676 | 12,809,214 | 4,645,332 | 96,113 | 4,549,219 | 81,253 | 57 |
Dari gambaran table diatas, kita lihat pada kolom “Jumlah Balita Giburkur yang Dilaporkan” dan kolom “Perkiraan jumlah Absolut Balita Giburkur” terlihat perbedaan atau selisih yang sangat signifikan. Misalnya di Provinsi Sumatera Utara, dimana “jumlah Balita Giburkur yang Dilaporkan” (REAL COUNT) adalah 3,558 balita dan “perkiraan jumlah absolut Balita Giburkur” (QUICK COUNT) adalah 334,362 Balita. Sehingga ada selisih sekitar: 334,362 – 3,558 = 330,804 Balita. Artinya bahwa Masih terdapat 330,804 balita Giburkur yang belum terlaporkan,sehingga di dalam penuntasan program Gizi Balita akan menjadi kendala yang sangat potensial.
Pertanyaan Logic yang muncul: (1) Dimanakah “mereka” yang tak terlaporkan itu “bersembunyi” ?? (2) Adakah kemungkinan”mereka” bersembunyi di “Balita yang tidak tertimbang” ?? (3) jika “ya,mungkin” jawabannya, lantas apa solusinya agar bisa menemukan “mereka” ??
Kemudian jika dilihat kolom “balita Giburkur di desa”, secara rata-rata di masing-masing Provinsi berkisar antara 16 Balita hingga 415 Balita. Bagaimana caranya agar Balita Giburkur tersebut bisa ditemukan ? mari kita lihat kondisi pada table di bawah.
Provinsi | Perkiraan Juml.Balita Giburkur di populasi | Jumlah Balita Giburkur yg Terlaporkan | Jumlah Balita Giburkur Per Desa | Jumlah Kader Aktif | Jumlah Balita Giburkur Per Kader |
ACEH | 134,562 | 1,696 | 21 | 4500 | 30 |
SUMUT | 334,362 | 3,558 | 56 | 3548 | 94 |
SUMBAR | 110,527 | 217 | 97 | 20813 | 5 |
RIAU | 160,793 | 296 | 88 | 17918 | 9 |
JAMBI | 69,878 | 352 | 45 | 2122 | 33 |
SUMSEL | 147,609 | 395 | 47 | 7487 | 20 |
BENGKULU | 34,372 | 323 | 23 | 3695 | 9 |
LAMPUNG | 143,459 | 1,415 | 56 | 7488 | 19 |
BABEL | 21,087 | 82 | 55 | 714 | 30 |
KEP. RIAU | 36,095 | 369 | 87 | 2350 | 15 |
DKIJAKARTA | 120,621 | 592 | 452 | 12393 | 10 |
JAWA BARAT | 681,815 | 9,596 | 115 | 37622 | 18 |
JA TENG | 480,441 | 10,662 | 56 | 80896 | 6 |
JOGJAKARTA | 42,745 | 1,141 | 98 | 432 | 99 |
JAWA TIMUR | 568,482 | 40,658 | 67 | 4086 | 139 |
BANTEN | 195,294 | 1,172 | 126 | 33308 | 6 |
BALI | 46,890 | 308 | 66 | 780 | 60 |
NTB | 125,983 | 655 | 117 | 2664 | 47 |
NTT | 208,022 | 2,870 | 65 | 600 | 347 |
KALBAR | 122,623 | 415 | 62 | 1142 | 107 |
KALTENG | 56,963 | 441 | 37 | 1170 | 49 |
KALSEL | 103,156 | 685 | 51 | 10006 | 10 |
KALTIM | 72,329 | 875 | 48 | 4575 | 16 |
SULUT | 34,499 | 144 | 19 | 4515 | 8 |
SULTENG | 73,602 | 259 | 38 | 17616 | 4 |
SULSEL | 208,751 | 2,765 | 69 | 35029 | 6 |
SULTRA | 67,935 | 458 | 32 | 1968 | 35 |
GORONTALO | 29,649 | 217 | 41 | 612 | 48 |
SULBAR | 43,281 | 89 | 72 | 1227 | 35 |
MALUKU | 57,412 | 1,088 | 49 | 1880 | 31 |
MAL UT | 33,996 | 582 | 30 | 100 | 340 |
PAP BAR | 32,158 | 190 | 21 | 360 | 89 |
PAPUA | 79,608 | 11,548 | 16 | 12970 | 6 |
INDONESIA | 4,645,332 | 96,113 | 57 | 336586 | 14 |
Dengan melihat gambaran di atas dan pertanyaan-2 tsb, maka solusi yang tepat adalah MELIBATKAN UNSUR NON NAKES, seperti Kepala Desa / Kelurahan besertaaparatnya untuk bergerak bersama (Collective Action) “memburu” Balita Giburkur yang masih belum terlaporkan.
Dari gambaran table di atas terlihat bahwa jumlah balita giburkur per desa secara matematis ada yang berjumlah 16 balita hingga 415 balita. Dan jika disandingkan dengan jumlah Kader / Toma per desa, maka terlihat 1 orang kader aktif di desa mengcover mulai dari 4 balita giburkur hingga terbanyak sekitar 347 balita giburkur. Sehingga pertanyaan logis yang muncul adalah:
- Apakah SULIT untuk mencari dan memburu Balita Giburkur sebanyak 4-
30 Balita di desa ?? (seperti Sulsel, Sulteng, Sumbar, Jateng, Jakarta dll).
- Untuk Balita Giburkur > 30 orang per Desa perlu dilakukan menggalakan
kembali DASA WISMA selain mengandalkan Kader. Apakah SULIT menggalakkan kembali DASA WISMA di Desa ??atau Local wisdom lainnya ??
- Apabila nomer 1 dan 2 tersebut di atas jawabannya TIDAK SULIT, maka pertanyaan lanjutan adalah: Apakah bukan KEPEDULIAN sebagai akar permasalahan dari Balita Giburkur yang tak pernah Tuntas ?? Kepedulian Keluarga, Kepedulian Aparat (Nakes – Non Nakes) dan Kepedulian Masyarakat.
- Apabila nomer 1 dan 2 tersebut di atas jawabannya: SULIT, maka bukankah hal ini makin menguatkan kondisi bahwa KEPEDULIAN sebagai akar permasalahan Balita Giburkur di masyarakat ??
- Apakah dengan meningkatkan KEPEDULIAN masyarakat terhadap masalah Balita Giburkur, maka Ketahanan Pangan Keluarga akan menjadi meningkat??
MASA KANAK-KANAK (5 – 12 TH)
Permasalahan utama kesehatan pada anak Prasekolah dan sekolah adalah Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS).Keamanan bahan pangan jajanan dan juga Gizi Pangan merupakan unsur penting yang perlu mendapat perhatian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, memberikan wewenang kepada Badan POM untuk melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian khusus Badan POM RI adalah Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS).
Menurut WHO, Afrika adalah negara yang mempunyai penyakit akibat makanan (foodborne disease) terbanyak, disusul oleh Asia Tenggara. Lebih dari 40% foodborne disease dialami oleh Balita, yang merupakan kelompok usia anak yang seharusnya mendapat pengawasan makanan dari orang tua.
LANTASS …. AMANKAH JAJANAN ANAK SEKOLAH DI INDONESIA??
Laporan BPOM (2014), di Indonesia masih 23.82 % PJAS Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Dibawah ini tren PJAS yang Tidak Memenuhi Syarat. Jika dilihat trennya sejak tahun 2009 hingga tahun 2014 terjadi penurunan dari 42.64 % menjadi 23.82%.
Persentase Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang Memenuhi Syarat dan Tidak Memenuhi Syarat tahun 2009-2014
Selanjutnya jika dilihat penyebab ke TMS an dari PJAS tersebut, sebagian besar terbagi menjadi 3 penyebab, yaitu: Penggunaan BTP berlebih, Pencemaran Mikroba dan Penggunaan Bahan Berbahaya. Pencemaran Mikroba merupakan penyebab paling tinggi ke TMS an dari PJAS dan prosentasenya dari tahun ke tahun sejak tahun 2009 hingga tahun 2014 TIDAK PERNAH turun dibawah 50 %. Artinya disini bahwa Separoh dari makanan Jajanan Anak sekolah Tercemar Mikroba. Lebih rinci bias dilihat pada diagram di bawah.
Persentase Penyebab Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang Tidak Memenuhi Syarat di Indonesia tahun 2009-2014
Kemudian apabila dilihat dari jenis PJAS nya yang TMS, terdapat 4 macam PJAS yang tertinggi, yaitu: Minuman Es Sirup, Bakso dan Jelly atau agar-agar. Seperti yang terlihat pada table di bawah.
Empat Tertinggi Jenis Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Tidak Memenuhi Syaratdi Indonesia Tahun 2012 dan 2013
Rangking | Tahun 2012 | Tahun 2013 |
1 | Produk Minuman Es | Minuman Berwarna dan Sirup |
2 | Minuman Berwarna dan Sirup | Produk Minuman Es |
3 | Bakso | Jelly atau Agar-Agar |
4 | Jelly atau Agar-Agar | Bakso |
L A N T A S ……?
Dengan mencermati kondisi di atas tentang status kesehatan, keamanan dan pelayanan yang diberikan, sungguh merupakan TANTANGAN yang sangat mendesak untuk dijawab oleh para tenaga kesehatan serta para pengambil kebijakan agar memberi payung kebijakannya. Apabila kita kaitkan dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka pertanyaannya seperti di awal tadi yaitu:
Apakah kita sudah menghargai Hak Anak kita ??ataukah Justru kita belum berlaku Adil terhadap Hak Anak Kita ??menjadi sangatpenting untuk dijawabdan bukan hanya sekedar direnungkan.
Menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:
# Pasal 1.Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan.
# Pasal 4.Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan srta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
# Pasal 8.Setiap anak berhak memperoleh Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social.
# Pasal 20. Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
# Pasal 44.Ayat 1.Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
Ayat 2.Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud ayat 1 didukung oleh peran serta masyarakat.
# Pasal 46. Negara, Pemerintah, Keluarga dan orang tua Wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan atau menimbulkan kecacatan.